Senin, 14 Juni 2010

TENAGA SUKA RELA ; BOM WAKTU PEMKAB POLMAN


Pasca diberlakukannnya Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar melakukan rekruitment Tenaga Suka Rela (TSR) secara besar besaran. Berdasarkan data pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat Kabupaten Polewali Mandar, jumlah Tenaga Suka Rela dilingkungan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar tercatat sebanyak 4267 Orang yang tersebar di Lembaga Teknis dan Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Rekruitment TSR yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada mulanya dilakukan untuk merekrut Tenaga Teknis yang profesional misalnya Tenaga Teknis Pranata Komputer, Tenaga Teknis Penyuluh Pertanian, Tenaga Teknis Penyuluh Perikanan dan Tenaga Teknis Penyuluh Peternakan, guru Bantu dan Tenaga Kesehatan. Tapi dalam perkembangannya justru TSR yang banyak terekrut adalah tenaga teknis administrasi perkantoran dengan latar belakang pendidikan SLTA yang nota bene belum memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengeloaan administrasi perkantoran.

Sampai saat ini pengangkatan Tenaga Suka rela disetiap SKPD masih saja berlangsung baik yang legal (diangkat dengan SK Bupati) maupun yang siluman (berdasarkan nota dinas). Jumlahnya terus bertambah, dari waktu ke waktu. Jika hal ini dibiarkan berlarut larut tanpa ada solusi alternatif untuk mengatasinya, maka akan menjadi Bom waktu untuk Pemkab Polewali Mandar.

A. Permasalahan

Rekruitment Tenaga Suka Rela yang tidak didasarkan pada kebutuhan riil organisasi akan menimbulkan beberapa permasalan antara lain :

1. Kuantitas TSR disetiap SKPD jauh lebih besar dibanding dengan Kualitas Kerja yang dihasilkan.

2. Ratio perbandingan Kebutuhan Tenaga Teknis Administrasi Perkantoran di setiap SKPD 1 berbanding 10 orang. Artinya 1 jabatan tenaga Teknis diisi 10 orang, dan mayoritas berijasah SLTA yang belum punya pengalaman kerja.

3. Asumsi yang mendasari mereka siap jadi Tenaga Suka Rela karena akan ada penggantian formasi yang lowong kepada Tenaga honorer (Pegawai Tidak Tetap) yang telah diangkat jadi CPNS.

4. Rata rata TSR yang diangkat adalah kroni atau keluarga pejabat teras dilingkup Pemkab Polewali Mandar.

Fenomena terjadinya penggelembungan Tenaga Suka Rela disetiap SKPD disebabkan oleh inkonsistensi Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar dalam melaksankan rekruitment TSR. Kecenderungan yang terjadi selama ini, rekruitment TSR dilatarbelakangi kepetingan oknum pimpinan (pejabat) ketimbang kebutuhan rasional organisasi.

Dampak yang ditimbulkan akibat penumpukan TSR di setiap SKPD diantaranya :

1. Terjadinya penumpukan TSR disetiap SKPD sehingga menimbulkan iklim kerja yang tidak kondusif. Banyak TSR yang hanya datang, duduk, berkumpul lalu membuat kegiatan yang tidak produktif akibat kurangnya kemampuan dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas tugas administrasi perkantoran yang bersifat teknis. Misalnya bermain game di komputer, facebook, berkumpul sambil bercerita, lalu lalang bahkan kadang kala menimbulkan keonaran. (gobrol dengan suara keras dan tertawa) sehingga mengganggu aktivitas pekerjaan kantor.

2. Motivasi utama yang mendorong para TSR ingin bekerja dengan suka dan rela dilembaga pemerintah karena mereka berharap akan diangkat jadi PNS, sebagaimana yang telah dirasakan dan dinikmati para Tenaga Suka Rela pendahulunya yang awalnya adalah tenaga sukarela, kemudian turun Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer, mereka diangkat jadi Pegawai Tidak tetap (PTT) lalu diangkat menjadi CPNS secara bertahap. Jika hal ini menjadi motivasi semua TSR maka akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari, terutama bagaimana mengakomodir semua TSR untuk diangkat jadi CPNS sementara formasi untuk tenaga teknis administrasi setiap tahunnya sangat terbatas.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar melalui Sekretaris Daerah telah mengeluarkan Surat Edaran kepada setiap pimpinan SKPD untuk tidak lagi menerima dan mengangkat Tenaga Suka Rela di unit kerjanya, dengan pertimbangan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan organisasi. Namun sayang, surat edaran tersebut tak ubahnya

“macam ompong” yang tidak punya kekuatan.

B. Alternatif Kebijakan

Alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini

1. Rasionalisasi semua TSR Tenaga Teknis Administrasi yang telah direkrut, baik yang diangkat melalui Surat Keputusan Bupati maupun yang hanya berbekal dengan nota dinas selanjutnya melakukan rekruitmen (seleksi ulang) secara komprehensif berdasarkan kebutuhan organisasi.

2. Lakukan pemetaan kompetensi setiap TSR berdasarkan kemampuan kinerja dan profesinalisme.

Berdasarkan dua alternatif kebijakan yang telah dikemukakan diatas, maka penulis cenderung memilih alternatif kebijakan pertama yaitu : Rasionalisasi semua TSR Tenaga administrasi, lalu melakukan rekruitment secara terbuka berdasarkan prosedur dan kebutuhan organisasi.

Kecenderungan penulis memilih alternatif kebijakan pertama, didsarkan pada pertimbangan bahwa dengan merasionalisasi semua TSR tenaga administrasi baik yang telah diangkat berdasarkan Surat Keputusan Bupati maupun Nota Dinas, status semua TSR menjadi sama dan peluang untuk diterima maupun tidak diterima kembali juga sama.

Pemilihan alternatif pemecahan masalah ini, tentu saja memiliki kelemahan atau keterbatasan. Diantaranya, pemerintah daerah akan berhadapan dengan kelompok kepentingan misalnya kepentingan politis. Disamping itu, pemilihan alternative kebijakan ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit terutama membiayai rekruitmen TSR.

Pada sisi lain, pemilihan alternatif kebijakan pada bagian kedua diamping mempunyai kekuatan, juga mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Kekuatan alternatif kebijakan ini apabila diterapkan, akan menghasilkan TSR yang kompeten dan profesionalis dibidangnya. Namun disadari alternatif kebijakan ini juga mempunyai kelemahan dan keterbatasan, yaitu proses melakukan pemetaan membutuhkan waktu yang cukup lama dan melibatkan tenaga profesionalisme untuk menguji kompetensi TSR yang tidak sedikit.

Berdasarkan analisis pemecahan masalah maka alternative kebijakan yang dipilih untuk menghasilkan TSR yang profesional berdasarkan kebutuhan organisasi setiap SKPD dalam lingkup pemerintah Kabupaten Polewali Mandar adalah pemilihan alternatif kebijakan pertama yaitu “ Melakukan rasionalisasi secara komprehensif terhadap TSR dan selanjutnya melakukan rekruitment kembali secara transparan berdasarkan prosedur dan kebutuhan organisasi tanpa ada intervensi dari kelompok kepentingan tertentu.

C. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pendahaluan, permasalahan dan alternative pemecahan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa fenomena semakin banyaknya Tenaga Suka Rela yang bekerja pada SKPD dilingkup Pemkab Polewali Mandar akan menimbulkan permasalahan jika tidak ditangani sejak dini. Oleh Karena itu, Pemkab polewali Mandar diharapkan mengambil langkah antisipatif menangani permasalahan ini.

Salah satu alternative pemecahan masalah yang sebaiknya ditempuh Pemkab adalah Melakukan rasionalisasi secara komprehensif terhadap TSR dan selanjutnya melakukan rekruitment kembali secara transparan berdasarkan prosedur dan kebutuhan organisasi tanpa ada intervensi dari kelompok kepentingan tertentu.

2. Rekomendasi

Dari hasil penulisan ini. Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar agar dalam melakukan rekruitmen Tenaga Suka Rela untuk bidang tenaga teknis administrasi, sebaiknya hanya menerima lulusan serendah rendahnya yang berpendidikan D3 baik lulusan Teknik dan Manajemen Informatika, Lulusan Akademi Sekretaris dan Manajemen Perkantoran maupun lulusan Diploma III bidang ilmu social lainnya. JIka terpaksa harus menerima lulusan SLTA maka direkomendasikan lulusan SMK jurusan perkantoran dan jurusan Komputer.

E-GOV ; RENCANA TANPA PERENCANAAN

Betapa sulit dibayangkan bagaimana kehidupan manusia modern saat ini jika dipisahkan dari teknologi informasi. Kenyataan telah menunjukkan bahwa penggunaan teknologi Informasi merupakan faktor yang sangat penting dalam berbagai transaksi internasional, terutama dalam transaksi perdagangan. Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kecenderungan global tersebut akan membawa bangsa Indonesia ke dalam jurang digital divide, yaitu keterisolasian dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi. (Manaf, 2005:57)

Pada saat yang sama, Indonesia tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem kepemerintahan yang otoriter dan sentralistik menuju ke sistem kepemerintahan yang demokratis. Implikasi dari itu adalah diberikannya kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Otonomi Daerah. Sistem manajemen pemerintah yang selama ini sistem hirarki harus dikembangkan menjadi sistem jaringan yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan. Perubahan-perubahan di atas menuntut terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang berkualitas, berkeadilan dan terpercaya.(Tammaga,2009 :3)

Pembaharuan berbagai kebijaksanaan pemerintah diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengoptimalkan pemberdayaan dan pemanfaatan sumberdaya daerah, sehingga pada gilirannya daerah dapat meningkatkan kelancaran kegiatan ekonomi masyarakat dan melanjutkan kesinambungan pembangunan.

Suksesnya pelaksanaan pemerintahan termasuk didalammya suksesnya mangakselerasi penyelenggaraan otonomi daerah akan ditandai dengan berhasilnya pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam melaksanakan pelayanan publik. Hal ini akan sangat ditentukan oleh peranan dan kemampuan lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah dalam menangani tugas tugasnya berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik (good governance).

Untuk mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dengan memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom harus segera melaksanakan proses transformasi menuju Elektronik Government (e-gov). Melalui pengembangan e-gov, dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah otonom dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi; membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu serta menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik yang disediakan oleh pemerintah.

Gagasan penerapan e-gov di Indonesia telah diperkenalkan melalui Inisiatif Nusantara 21 dengan implementasi penerapan E-gov antara lain: Penayangan hasil pemilu 1999 secara on-line dan real time yang dilaksanakan ketika itu. Gagasan ini kemudian ditindaklanjuti Instruksi Presiden No. 6/2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Kemudian lebih dipertegas lagi dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003, tanggal 9 Juni 2003, tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-gov. Dengan kebijakan tersebut membuka pemanfaatan secara luas bagi pangaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Masyarakat bisa menentukan sendiri kapan dan dimana ia berhubungan dengan pemerintah selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu non stop.

Bak gayung bersambut, sejak ditetapkannya regulasi yang menjadi payung hukum penerapan e-gov, lembaga pemeritah pusat dan daerah seakan berlomba mengimplementasikan e-gov dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang berkerja secara elektronik. Namun sayang, inisiatif untuk mengembangkan e-gov melalui pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak dibarengi dengan perencanaan yang matang. Lihatlah berapa banyak dana yang harus dikeluarkan oleh daerah untuk membangun jaringan sistem informasi tetapi tidak berjalan efektif. Bahkan proyek pembangunan TIK yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah terkesan mubazir dan asal jadi.

Berdasarkan temuan Tim Peneliti STIA LAN Makassar (Firdaus,2008:7) menunjukkan bahwa inovasi TIK yang ada dewasa ini masih bersifat piece meal. Dari seluruh pemerintah daerah yang dikunjungi Tim Peneliti STIA LAN Makassar, tidak ada satu pun daerah yang memiliki dokumen strategi pendayagunaan TIK secara komprehensif dan sistematis. Inisiatif penggunaan TIK untuk pengembangan e-gov masih bersifat supply-driven, yakni didikte oleh pasar yang mensuplai TIK kepada Instansi Pemerintah. Idealnya menurut Firdaus (2007a) inisiatif TIK bersifat demand driven, yakni dipicu oleh kebutuhan organisasi. Akan tetapi yang terjadi untuk kondisi pemerintah daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) adalah quasi demand driven yaitu seolah olah kebutuhan berasal dari organisasi namun kenyataannya baru sebatas keinginan pimpinan dalam hal ini Bupati atau Walikota.

Menurut Raharjo ( Tammaga,2009 ;05) terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan atau tantangan dalam mengimplementasikan Elektronik Government di Indonesia antara lain ; Hambatan pertama adalah kultur berbagi belum ada. Artinya kultur berbagi (sharing) informasi dan mempermudah urusan belum merasuk di Indonesia. Bahkan ada pameo yang mengatakan “ Apabila bisa dipersulit kenapa harus dipermudah ”. Dalam kondisi seperti ini banyak oknum yang menggunakan kesempatan untuk meraih keuntungan Misalnya mengenakan biaya tinggi untuk satu produk perijinan yang melampaui Standar Pelayanan Minimun (SPM) yang telah ditentukan dengan alasan untuk biaya administrasi.

Hambatan kedua adalah kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan besar yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan (apa saja). Padahal kemampuan mendokumentasi ini menjadi bagian dari ISO 9000 dan juga menjadi bagian dari standar software engineering. Hambatan yang ketiga adalah langkahnya Sumber Daya Manusia yang menguasai Teknologi Informasi terutama SDM di sektor pemerintahan. Teknologi informasi merupakan sebuah bidang yang baru. Pemerintah umumnya jarang yang memiliki SDM yang handal di bidang teknologi informasi. SDM yang handal ini biasanya ada di lingkungan bisnis / industri. Kekurangan SDM ini menjadi salah satu penghambat implementasi dari e-gov. Sayang sekali kekurangan kemampuan pemerintah ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah dan mahal.

Mengingat daerah akan menjadi pusat kegiatan pembangunan dan ekonomi, maka tugas, fungsi dan peranan pemerintah daerah didalam mengelola daerahnya akan semakin kompleks dan meningkat seiring dengan derasnya arus informasi diberbagai bidang kegiatan pembangunan dan investasi. Oleh sebab itu, agar tercipta keterpaduan dan sinergi pembangunan daerah yang lebih partisipatif, maka Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mempunyai peranan strategis yang sangat diperlukan untuk dapat mengakses keterhubungan informasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, antar daerah, dunia usaha dan sektor sektor lainnya.

Menyikapi berbagai hambatan dan tantangan dalam mengimplementasikan e-gov di lembaga pemerintahan khususnya pemerintah daerah, maka perlu dilakukan pengkajian secara mendalam terhadap berbagai faktor yang mendukung kesiapan pemerintah daerah dalam menerapkan e-gov. Faktor pendukung yang dimaksud adalah kesiapan infrastruktur (hardware) infostruktur (software) dan sufrastruktur (brainware) serta faktor faktor pendukung lainnya diantaranya regulasi, kelembagaan dan anggaran.

Implementasi E-gov di Polewali Mandar

Sekaitan dengan penulisan ini, Kabupaten Polewali Mandar merupakan salah satu daerah otonom diantara lima lima daerah Kabupaten yang berada diwilayah Propinsi Sulawesi Barat yang saat ini sedang giat giatnya melakukan pembenahan diri guna memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat sebagai pelanggan kebutuhan publik.

Kabupaten Polewali Mandar merupakan salah satu daerah otonom diantara lima lima daerah Kabupaten yang berada diwilayah Propinsi Sulawesi Barat yang saat ini sedang giat giatnya melakukan pembenahan diri guna memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat sebagai pelanggan kebutuhan publik.

Menyimak berbagai potensi dan sumber daya yang dimiliki, tentu saja keinginan dan aspirasi masyarakat Polewali Mandar yang mendambakan layanan publik yang berkualitas melalui penerapan e-gov bukanlah suatu hal yang mustahil. Namun harapan tersebut masih sebatas impian. Karena Menurut Nugroho (2007:3) mengimplementasikan e-gov sesungguhnya bukan pekerjaan mudah. Kesulitannya tidak terletak pada aspek-aspek teknis yang terkait dengan pembangunan sarana, fasilitas, dan sistem-sistem berbasis TI, tetapi justru lebih pada bagaimana TI diselaraskan (aligned) dengan proses-proses penyelenggaraan pemerintahan.

Dari pengamatan sementara dapat dikemukakan bahwa inisiatif Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar untuk mengimplementasikan elektronik government dimulai sejak tahun 2002 yakni dibangunnya jaringan Local Area Network (LAN) di Sekretariat Daerah yang menghubungkan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang berada dalam komplex Bupati Polewali Mandar dan disekitarnya. Sayangnya pembangunan infrastruktur jaringan LAN tersebut tidak berfungsi maksimal karena jaringan instalasi kabel banyak yang rusak akibat terjadinya rehabilitasi pembangunan Kantor Bupati Polewali Mandar. Lalu pada tahun 2003 dibangun jaringan MAN (Metropolitan Area Network) yang menghubungkan delapan titik SKPD. Pembangunan jaringan ini pun tidak berfungsi maksimal akibat terbatasnya SDM aparatur yang mampu mengoperasionalkan jaringan MAN disetiap SKPD saat itu. Selanjutnya Tahun 2005 Pemerintah Daerah melakukan launching portal resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar http;//www.polewalimandarkab.go.id

Pada tahun 2005, beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mulai menerapkan aplikasi sistim informasi dalam mengelola proses administrasi dan manajemen pemerintahan dilingkup unit kerja bersangkutan diantaranya Sistim Informasi Akutansi Keuangan Daerah (SIAKDA) yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan dan Perijinan, Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian Kepegawaian (SIMPEG) yang diterapkan oleh Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah. Lalu pada tahun 2007 BAPPEDA membuat Sistem Informasi Jalan Jembatan (SIJANTAN) serta Sistem Informasi Lahan (SIL) dan Geografi Information Sistim (GIS).

Pada tahun yang sama Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan mulai membangun Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) beserta infrastruktur jaringan on-line. Namun sistem ini tidak serta merta dapat diaplikasikan mengingat keterbatasan SDM aparat yang mampu mengoperasionalkan sistem tersebut saat itu. Setelah dua tahun mengalami proses uji coba dan pengenalan sistem maka pada tahun 2009 sistem ini mulai diaplikasikan seiring dengan berubahnya status kelembagaan Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan menjadi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Selain untuk kepentingan pelayanan publik, telah dibuat pula program aplikasi yang dibuat khusus untuk kepentingan pengelolaan data misalnya Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat (SIPBM) yang dikelola oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga. Demikian pula halnya dengan Sistim Informasi Pengelolaan Barang Daerah (SIMBADA) yang dikelola oleh Bagian Pengelolaan Barang dan Aset Sekretariat Daerah Kabupaten Polewali Mandar.

Kondisi riil di lapangan pada umumnya menunjukkan bahwa sistem informasi yang telah dibuat di Satuan Kerja Perangkat Daerah tersebut dibangun di atas komponen-komponen yang berbeda. Heterogenitas tidak hanya terjadi pada perangkat keras (hardware), sistem operasi, program aplikasi tetapi juga terjadi pada sistem basis data yang digunakan. Dalam kondisi ini muncullah isu interoperabilitas bagaimana sistem-sistem yang berbeda tersebut bisa saling berkomunikasi dan bertukar data dengan baik. Bagaimana sistem informasi yang dibangun bisa saling terintegrasi dalam satu format data base.

Hambatan lain yang menjadi tantangan dalam mengimplimentasikan e-gov di Kabupaten Polewali Mandar adalah rendahnnya kualitas SDM aparat pengelola Sistem Informasi Manajemen. Sumber daya manusia dalam penerapan e-gov berperan sebagai pengelola dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi informasi yang membutuhkan kompetensi memadai agar mampu memanfaatkan teknologi yang tersedia secara maksimal sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pengambilan keputusan.

Menurut Rivai (Tammaga 2009;128) manusia adalah “ salah satu dimensi yang memegang peran yang sangat penting, yang merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi”. Sumber daya manusia menempati posisi paling strategis dalam kerangka konsep suprastruktur, mengingat bahwa unsur sumber daya manusia menjadi penentu akhir dari keberhasilan pengembangan suatu sistem informasi. Secanggih apapun teknologi yang diterapkan dalam suatu sistem informasi tidak akan dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa adanya sumber daya manusia yang mampu untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada.

Menyadari pentingnya peranan SDM aparatur dalam pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pemerintah Daerah, maka sumber daya ini perlu dikelola secara maksimal. Karena itu falsafah yang mendasari pengelolaan sumber daya ini dalam kurun waktu terakhir adalah memberikan penghargaan yang layak serta memberikan peran yang memadai kepada sumber daya ini dalam upaya lebih menerapkan elektronik government di Polewali Mandar.

Kondisi riil di lapangan pada umumnya menunjukkan bahwa sistem informasi yang telah dibuat di Satuan Kerja Perangkat Daerah tersebut dibangun di atas komponen-komponen yang berbeda. Heterogenitas tidak hanya terjadi pada perangkat keras (hardware), sistem operasi, program aplikasi tetapi juga terjadi pada sistem basis data yang digunakan. Dalam kondisi ini muncullah isu interoperabilitas bagaimana sistem-sistem yang berbeda tersebut bisa saling berkomunikasi dan bertukar data dengan baik. Bagaimana sistem informasi yang dibangun bisa saling terintegrasi dalam satu format data base.

Berdasarkan data dari Dishubkominfo Kabupaten Polewali Mandar dapat digambarkan bahwa inisiatif yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar dalam mengimplementasikan elektronik goverment, tingkat capainya baru berada pada level dasar fungsi e-gov, yakni berfungsi sebagai media informasi satu arah saja (one way communication). Oleh karena itu masih membutuhkan suatu kerja keras yang terencana dan terukur bila ingin mengimplementasikan fungsi e-gov pada level interaksi . Terlebih lagi bila Pemerintah daerah ingin meningkatkan fungsi e-gov pada level transaksi atau pada level yang akhir yaitu fungsi e-gov sebagai media integrasi.

Alternatif Pemecahan Masalah

1. Untuk mengatasi berbagai hambatan yang terkait dengan permasalahan disintegrasi Sistem Informasi Manajemen di lingkup Pemerintah Daerah maka langkah awal yang perlu dilakukan dalam menyusun kebijakan pembangunan mengelola SIM untuk penerapan e-Government adalah dengan melaksanakan survey sistem yang ada (infrastruktur komunikasi data, komputer, jaringan komputer dan sistem aplikasidi daerahnya masing-masing untuk mengetahui apa saja yang sudah dimiliki saat ini. Hasil survey tersebut merupakan bekal yang sangat penting untuk mengidentifikasi masalah dan kendala yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil. (Tammaga, 2009;158)

2. Langkah kedua adalah Penyusunan rencana strategis SKPD harus diintergrasikan dengan perencanaan pembangunan daerah, Renstrada, kebijakan politik, kebutuhan pengguna dan ketersediaan anggaran. Faktor faktor tersebut akan sangat menentukan prioritas kebutuhan spesifik masing-masing SKPD sesuai dengan Visi dan Misi pemerintahan yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

3. Langkah ketiga Melakukan evaluasi pengalaman-pengalaman yang telah dilakukan dalam mengimplementasikan e-Government selama ini. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan yang sudah didapatkan oleh Pemerintah Daerah dari pelaksanaan studi banding ke daerah / negara lain yang sudah lebih dulu melaksanakan e-Governmentdatang dari perencanaan pembangunan daerah, renstrada, kebijakan politik, kebutuhan pengguna dan ketersediaan anggaran. Kelima faktor tersebut akan sangat menentukan prioritas kebutuhan spesifik masing-masing Pemerintah Daerah sesuai dengan Visi dan Misi pemerintahannya. (Tammaga, 2009;158)

Penutup

Demikian tulisan singkat tetang upaya mengurai benang kusut Sistem Informasi Manajemen Pemerintah Daerah dalam rangka penerapan elektronik government di kabupaten Polewali Mandar. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan masukan untuk pengelolaan SIM di Kabupaten Polewali Mandar

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU BUKU

Ahmadjayadi, Cahyana, et,al (2005) Simpul Integrasi Sistem Informasi Nasional (SISFONAS) Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta

Koswara,et al (1998) Dinamika Informasi Dalam Era Global , Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia Jawa Barat bekerja sama dengan PT. Remaja Roskarya Bandung

Naisbit, John, et all ( 2001 ) High Tech High Touch, Percarian Makna di Tengah Perkembangan Pesat Teknologi, Mizan Media Utama (MMU) Bandung

Tammaga, Mustari Mula (2009) “ Analisis Sistem Informasi Manajemen Pemerintah Daerah dalam Penerapan Elektronik Government di Kabupaten Polewali Mandar “, Tesis Magister Administrasi Publik STIA LAN Makassar

B. JURNAL

Firdaus,Muhammad (2008) Penggunaan Teknologi Informasi di Sektor Publik, Peluang, Tantangan dan Solusinya, Jurnal Administrasi Negara STIA LAN Makassar, Volume 14.No.2/Juni 2008

Manaf,Tafsinul (2005) Internet, Sarana alternatif untuk layanan ‘quick reference’ Konvergensi, Penerbitan Semi Ilmiah Bulanan, Pusat Pengembangan Profesi Komunikasi dan Informatika Jakarta Edisi Desember 2005

C. MAKALAH, MEDIA MASSA DAN INTERNET

Aritenang, Wendi (2004) Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Perangkat Lunak Open Source, Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Indonesia Go Open Source yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika, STT PLN, Jakarta 6 Oktober 2004. http://www.ristek.go.id/ dan http://www.igos.web.id/


Bagus, I Kadek, et.al, (2008) Pengembangan Elektronik Government di Indonesia, makalah seminar TIK Jurusan Teknologi Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jogjakarta